Selasa, 23 Maret 2010

karena aku cinta pada keberanian hidup.

JAS MERAH (Jangan sekali-kali melupakan sejarah). Akronim cetusan bung Karno tersebut begitu familiar di telinga kita, tentang sebuah peringatan agar sejarah terus bisa kita kenang, kita pelajari. Karena setiap detik yang berlalu adalah sejarah. Pun termasuk setiap kesalahan kecil di satu detik singkat yang lalu adalah sejarah. Sekali lagi di lain waktu terulang, kita tahu untuk tidak lagi berlaku kesalahan serupa. Belajarlah dari sejarah. Agar tak gagal dua kali, tak terjebak kekuasaan totalitarian dua kali, tak melulu sibuk membenahi hari ini menyosongsong masa depan sementara kita lupa arti masa lalu.

alangkah meruginya kita yang tak pandai mengenang masa lalu. sejarah yang ditorehkan. segala bentuk dan simbol yang mengingatkan kita pada masa silam adalah obat atas segala lupa.

boleh jadi bangsa ini berbangga hati atas perlawanan tanpa bedil, perjuangan hingga tetes darah terakhir, pertempuran melawan koloni dan tirani. namun apakah kini kebanggan itu masih tersisa biar sedikit saja?

coba mari menengok kondisi museum-museum yang menyimpan banyak kisah termasuk simbol kebangaan masa silam bangsa ini. coba kau tengok. bagaimana kondisinya?

tak terurus, termakan usia. alasannya tak ada biaya untuk perawatan dan segala hal lainnya. namun dibalik minimnya biaya, sadarkah kita kalau bangsa ini sudah mulai enggan memperkenalkan kisah masa silam, proses bangkitnya bangsa merah putih ini kepada generasi muda?

tak hanya biaya yang minim dari pemerintah untuk mengemas manis setiap simbol sejarah, boleh jadi memang kepedulian kita untuk mengenang masa silam juga kian minim.

terbukti ketika saya beberapa minggu lalu mengunjungi museum kebangkitan nasional di bilangan Senen (sebelah RSPAD Gatot Soebroto), kondisinya semakin tak terurus dan nyaris sepi seperti kuburan. Padahal hari itu hari libur, tapi rupanya kala itu cuma saya dan "partner in crime" saya yang berminat datang. dulu museum ini terkenal sebagai sekolah kedokteran pertama di indonesia (stovia) yang melahirkan banyak pemikir ulung yang menggagas pergerakan. tak banyak wong indonesia yang diperbolehkan mencicipi sekolah bergengsi ini. paling-paling cuma yang keturunan bangsawan dan priyayi, salah satunya Raden Mas Tirto Adhi Soeerjo (yang kemudian disamarkan sebagai Minke di karyanya). sisanya? tentu saja wong londo yang statusnya kala itu sebagai "penjajah".

yang menarik adalah ketika saya (kami) bertanya kepada penjaga museum kapan biasanya museum kebangkitan nasional ramai dikunjungi?
dan jawabannya sangatlah mengejutkan (dibaca: memalukan)
"biasanya, kalau museum ini dipakai buat shooting film horor. terakhir sih buat syuting film hantu jamu gendong yang ada dewi persiknya itu lho... tapi parah deh neng, begitu syutingnya kelar banyak paku-paku yang ditancapkan di dinding untuk kebutuhan syutingnya tidak dirapihkan. padahal sudah diingatkan untuk tidak boleh memaku atau menempel apapun, kalau sudah begitu jadinya temboknya bolong-bolong dan malah merusak properti museum"

What!!!??? (sambil membayangkan hal terburuk: mata Minke dengan patung dadanya tercungkil demi kebutuhan hantu jamu gendong-sialan)

memang sih bangunan museum tersebut terbilang sudah renta dan gelap, pas untuk disandingkan dengan kebutuhan lokasi film misteri. tapi apa iya cuma sampai sini saja museum kebangkitan nasional ramai dikunjungi banyak orang untuk mempelajari kejayaan masa silam bangsa indonesia? untuk meniru semangat pantang padam milik para pahlawan nasional? untuk menyemai kembali gagasan kebangsaan?

mari bertanya: lantas bagaimana kita "mengartikan" sejarah bangsa merah putih ini?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar